Mendengarkan Musik Saat Menulis
Beberapa hari lalu, saya diminta seorang kawan untuk membuat daftar lagu yang biasa saya dengar saat menulis. Saat itu, sama sekali saya belum terpikir mau memasukkan musik apa saja.
Karena sejujurnya saya tidak pernah mendengarkan musik saat menulis.
Menulis, seperti juga menggambar atau berhitung, adalah kegiatan yang melibatkan kerja otak. Kalau menggambar lebih banyak menggunakan otak kanan (kreativitas) dan berhitung lebih banyak menggunakan otak kiri (eksak), menulis saya rasa memerlukan kerja dari kedua belah otak.
Otak kiri dibutuhkan agar kita dapat menulis dengan logika bertutur yang benar hingga tulisan kita terasa rasional. Walaupun tulisan kita berbentuk fiksi atau dongeng, tetap saja kita masih membutuhkan logika bertutur yang cakupannya meliputi logika dari segi pengetahuan umum, psikologis hingga sebab akibat.
Sementara itu, otak kanan dibutuhkan agar kita dapat berkreasi dalam merangkai kata dan kalimat agar tercipta alur teratur agar tulisan kita dapat enak dibaca.
Menulis memang tujuannya hanya satu: agar bisa dibaca dengan nyaman. Bukan untuk pamer intelektualitas atau ajang eksistensi. Kalau tujuan “terbaca dengan nyaman” sudah tercapai, barulah kita beranjak ke tujuan menulis lainnya, antara lain, dapat menghibur, memberi pengetahuan baru atau menggugah pembacanya.
Oleh karena kegiatan menulis membutuhkan kerja kedua belah otak berarti menulis membutuhkan konsentrasi tinggi. Bagi sebagian orang untuk dapat konsentrasi itu berarti meniadakan berbagai hal yang sekiranya dapat menganggu.
Dalam kasus saya, meniadakan unsur musik.
Saya penggemar musik. Hampir di setiap kesempatan, sebisa mungkin saya selalu mendengarkan musik. Namun jika sudah sampai dalam kegiatan menulis, saya lebih baik tidak mendengarkan musik. Karena setiap kali mendengar musik saat menulis, jadinya saya lebih memusatkan perhatian ke kegiatan mendengar dan tulisan pun terbengkalai.
Jadi ingat zaman skripsi dulu. Pada hari-hari terakhir menjelang batas pengumpulan, suasana kamar saya selain tentunya berantakan oleh berbagai kertas, buku, diktat, juga terasa sunyi senyap. Tidak ada satu musik pun mengalun di speaker. Yang ada hanya bunyi tombol keyboard komputer yang saya tekan dan sesekali bunyi printer.
Beberapa teman saya juga ternyata ada yang tidak bisa mendengarkan musik saat menulis. Bahkan satu teman saya mengaku, saat menulis di kantornya, ia kerap memasang headphone walaupun ia tidak mendengarkan musik apapun. Headphone ia pasang agar menghindari suara-suara yang bisa mengganggu konsentrasi termasuk ajakan mengobrol dari rekan kantor sebelah meja. Trik ini patut ditiru karena sudah terbukti jitu.
Yah, mendengarkan Musik saat menulis pada akhirnya merupakan selera atau justru bisa dianggap sebagai keterampilan tersendiri.
Bagaimana dengan Anda? Bila sedang menulis, apakah Anda sambil mendengarkan Musik?